A. KONSEP/DEFINISI
Pembelajaran
Berbasis Proyek (PBP) adalah metode
pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik
melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk
menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.
Menurut Thomas dkk dalam buku Made Weda, pembelajaran berbasis
proyek (PBP), merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada
guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Dan menurut CORD dkk sebagaimana juga dikutip Made Wena,
pembelajaran berbasis proyek adalah sebuah model pembelajaran yang inovatif,
dan lebih menekankan pada belajar kontekstual melalui kegiatankegiatan yang
kompleks.
Pembelajaran
Berbasis Proyek merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai
langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru
berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. Pembelajaran
Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang
diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya.
Melalui PBP, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun membimbing
peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai
subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung
peserta didik dapat melihat berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip
dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PBP merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia
nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.
Mengingat bahwa
masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka
Pembelajaran Berbasis Proyek memberikan kesempatan kepada para peserta didik
untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna
bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif. Pembelajaran
Berbasis Proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia
nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.
Pembelajaran
Berbasis Proyek dapat dikatakan sebagai operasionalisasi konsep “Pendidikan Berbasis
Produksi” yang dikembangkan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK sebagai
institusi yang berfungsi untuk menyiapkan lulusan untuk bekerja di dunia usaha
dan industri harus dapat membekali peserta didiknya dengan “kompetensi
terstandar” yang dibutuhkan untuk bekerja dibidang masing-masing. Dengan
pembelajaran “berbasis produksi” peserta didik di SMK diperkenalkan dengan
suasana dan makna kerja yang sesungguhnya di dunia kerja. Dengan demikian model
pembelajaran yang cocok untuk SMK adalah pembelajaran berbasis proyek.
Pembelajaran Berbasis Proyek
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka
kerja;
2. adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada
peserta didik;
3. peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas
permasalahan atau tantangan yang diajukan;
4. peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk
mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan;
5. proses evaluasi dijalankan secara kontinyu;
6. peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas
aktivitas yang sudah dijalankan;
7. produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara
kualitatif; dan
8. situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan
perubahan.
Peran instruktur
atau guru dalam Pembelajaran Berbasis Proyek sebaiknya sebagai fasilitator,
pelatih, penasehat dan perantara untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai
dengan daya imajinasi, kreasi dan inovasi dari siswa.
Beberapa hambatan
dalam implementasi metode Pembelajaran Berbasis Proyek antara lain berikut ini.
1.
Pembelajaran Berbasis
Proyek memerlukan banyak waktu yang harus disediakan untuk menyelesaikan
permasalahan yang komplek.
2.
Banyak orang tua
peserta didik yang merasa dirugikan, karena menambah biaya untuk memasuki
system baru.
3.
Banyak instruktur
merasa nyaman dengan kelas tradisional ,dimana instruktur memegang peran utama
di kelas. Ini merupakan suatu transisi yang sulit, terutama bagi instruktur
yang kurang atau tidak menguasai teknologi.
4.
Banyaknya peralatan
yang harus disediakan, sehingga kebutuhan listrik bertambah.
Untuk itu
disarankan menggunakan team teaching
dalam proses pembelajaran, dan akan lebih menarik lagi jika suasana ruang
belajar tidak monoton, beberapa contoh perubahan lay-out ruang kelas, seperti: traditional
class (teori), discussion group
(pembuatan konsep dan pembagian tugas kelompok), lab tables (saat mengerjakan tugas mandiri), circle (presentasi). Atau buatlah suasana belajar menyenangkan,
bahkan saat diskusi dapat dilakukan di taman, artinya belajar tidak harus
dilakukan di dalam ruang kelas.
B. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Proyek
1.
Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek
a.
Meningkatkan motivasi
belajar peserta didik untuk belajar, mendorong kemampuan mereka untuk melakukan
pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai.
b.
Meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah.
c.
Membuat peserta didik
menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks.
d.
Meningkatkan
kolaborasi.
e.
Mendorong peserta didik
untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi.
f.
Meningkatkan
keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.
g.
Memberikan pengalaman
kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan
membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk
menyelesaikan tugas.
h.
Menyediakan pengalaman
belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks dan dirancang untuk
berkembang sesuai dunia nyata.
i.
Melibatkan para peserta
didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang
dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata.
j.
Membuat suasana belajar
menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun pendidik menikmati proses
pembelajaran.
2.
Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek
a.
Memerlukan banyak waktu
untuk menyelesaikan masalah.
b.
Membutuhkan biaya yang
cukup banyak.
c.
Banyak instruktur yang
merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana instruktur memegang peran utama
di kelas.
d.
Banyaknya peralatan
yang harus disediakan.
e.
Peserta didik yang
memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami
kesulitan.
f.
Ada kemungkinan peserta
didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.
g.
Ketika topik yang
diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan peserta didik
tidak bisa memahami topik secara keseluruhan
Untuk mengatasi
kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek di atas seorang pendidik harus
dapat mengatasi dengan cara memfasilitasi peserta didik dalam menghadapi
masalah, membatasi waktu peserta didik dalam menyelesaikan proyek, meminimalis
dan menyediakan peralatan yang sederhana yang terdapat di lingkungan sekitar,
memilih lokasi penelitian yang mudah dijangkau sehingga tidak membutuhkan
banyak waktu dan biaya, menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan
sehingga instruktur dan peserta didik merasa nyaman dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran
Berbasis Proyek ini juga menuntut siswa untuk mengembangkan keterampilan
seperti kolaborasi dan refleksi. Menurut studi penelitian, Pembelajaran
Berbasis Proyek membantu siswa untuk meningkatkan keterampilan sosial mereka,
sering menyebabkan absensi berkurang dan lebih sedikit masalah disiplin di
kelas. Siswa juga menjadi lebih percaya diri berbicara dengan kelompok orang,
termasuk orang dewasa.
Pelajaran berbasis
proyek juga meningkatkan antusiasme untuk belajar. Ketika anak-anak bersemangat
dan antusias tentang apa yang mereka pelajari, mereka sering mendapatkan lebih
banyak terlibat dalam subjek dan kemudian memperluas minat mereka untuk mata
pelajaran lainnya. Antusias peserta didik cenderung untuk mempertahankan apa
yang mereka pelajari, bukan melupakannya secepat mereka telah lulus tes.
C. LANGKAH-LANGKAH OPERASIONAL
1.
Penentuan Pertanyaan
Mendasar (Start With the Essential
Question).
Pembelajaran
dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi
penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang
sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi
mendalam. Pengajar berusaha agar topik yang diangkat relevan untuk para peserta
didik.
2.
Mendesain Perencanaan
Proyek (Design a Plan for the Project).
Perencanaan
dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa
“memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan
aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara
mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses
untuk membantu penyelesaian proyek.
3.
Menyusun Jadwal (Create a Schedule)
Pengajar dan
peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan
proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk
menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membawa
peserta didik agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing peserta didik
ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5)
meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu
cara.
4.
Memonitor peserta didik
dan kemajuan proyek (Monitor the Students
and the Progress of the Project)
Pengajar
bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik
selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi
peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain pengajar berperan menjadi
mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat
sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting.
5.
Menguji Hasil (Assess the Outcome)
Penilaian
dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian standar, berperan
dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing peserta didik, memberi umpan balik
tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu pengajar
dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
6.
Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)
Pada akhir proses
pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas
dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara
individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk
mengungkapkan perasaan dan pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Pengajar
dan peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama
proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan
yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.
Peran guru dan peserta didik dalam
pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai berikut.
1.
Peran Guru
a.
Merencanakan dan
mendesain pembelajaran.
b.
Membuat strategi
pembelajaran.
c.
Membayangkan interaksi
yang akan terjadi antara guru dan siswa.
d.
Mencari keunikan siswa.
e.
Menilai siswa dengan
cara transparan dan berbagai macam penilaian.
f.
Membuat portofolio
pekerjaan siswa.
2.
Peran Peserta Didik
a.
Menggunakan kemampuan
bertanya dan berpikir.
b.
Melakukan riset
sederhana.
c.
Mempelajari ide dan
konsep baru.
d.
Belajar mengatur waktu
dengan baik.
e.
Melakukan kegiatan
belajar sendiri/kelompok.
f.
Mengaplikasikanhasil
belajar lewat tindakan.
g.
Melakukan interaksi
sosial (wawancara, survey, observasi, dll).
D.
SISTEM PENILAIAN
Penilaian
pembelajaran dengan metoda Pembelajaran Berbasis Proyek harus diakukan secara
menyeluruh terhadap sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa
dalam melaksanakan pembelajaran berbasis proyek. Penilaian Pembelajaran
Berbasis Proyek dapat menggunakan teknik penilaian yang dikembangkan oleh Pusat
Penilaian Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu penilaian
proyek atau penilaian produk. Penilaian tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut.
1. Penilaian Proyek
a.
Pengertian
Penilaian proyek
merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam
periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari
perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data.
Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan
mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta
didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.
Pada penilaian proyek setidaknya
ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
1.
Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam
memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta
penulisan laporan.
2.
Relevansi
Kesesuaian dengan mata pelajaran,
dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam
pembelajaran.
3.
Keaslian
Proyek yang dilakukan peserta didik
harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa
petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.
b.
Teknik Penilaian Proyek
Penilaian proyek
dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil akhir proyek.
Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai,
seperti penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan
laporan tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan
dalam bentuk poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/ instrumen
penilaian berupa daftar cek ataupun skala penilaian.
2. Penilaian Produk
a. Pengertian
Penilaian produk
adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian
produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk
teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan,
gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam.
Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu diadakan
penilaian yaitu:
1.
Tahap persiapan,
meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan, menggali, dan
mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
2.
Tahap pembuatan produk
(proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi dan
menggunakan bahan, alat, dan teknik.
3.
Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang
dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
b. Teknik Penilaian
Produk
Penilaian produk biasanya
menggunakan cara holistik atau analitik.
1.
Cara holistik, yaitu
berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan pada tahap appraisal.
2.
Cara analitik, yaitu
berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap semua kriteria yang
terdapat pada semua tahap proses pengembangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar