Sejarah
dan Perkembangan Pelayanan Pendidikan Anak dengan Gangguan Motorik
Anak dengan gangguan motorik atau biasa disebut
dengan istilah anak tunadaksa erat hubungannya dengan anak cacat yang tidak
berguna. Anak-anak tunadaksa (cripple) pada zaman Renaissance pernah disebutnya
sebagai setan (satan) yang disejajarkan dengan makhluk jahat (evil) dan tidak
pantas untuk diberi hidup. Dengan demikian tidak ada artinya sama sekali
keberadaan anak-anak tunadaksa.
Namun
dengan perkembangan, perhatian masyarakat baik di Indonesia maupun dunia mulai
menyadari keberadaan anak tunadaksa atau anak dengan gangguan motorik.
Masyarakat mulai mengakui keberadaan dan mulain menyadari bahwa anak tunadaksa
tersebut memiliki potensi seperti anak normal jika mendapatkan pelatihan atau
pelayanan pendidikan yanng tepat. Oleh karena itu, perkembangan pelayanan
pendidikan yang dipelopori oleh para ahli mulai berkembang di seluruh dunia.
Dr.
William John Little merupakan seoranng ahli ilmu kedokteran yang pertama kali tertarik
meneliti dan menolong anak – anak yang menunjukkan gejala spastik diplegia pada
tahun 1861. Hasil kerja Dr. William John Little kemudian diikuti ahli – ahli
lain, seperti Dr. Sigmund Freud (1883) dan Sir Willian Osler (1889).