A. Permasalahan Anak Tunadaksa
Tunadaksa adalah anak yang
mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada anggota gerak seperti tulang, sendi, maupun otot. Menurut
Samuel A kirk(1986) yang dialihbahasakan oleh Moh. Amin dan Ina Yusuf kusumah
(1991:3)mengemukakan bahwa seseorang dikatakan anak tunadaksa jika kondisi
fisik atau kesehatan mengganggu kemampuan – kemampuan anak untuk berperan aktif
dalam kegiatan sehari – hari, sekolah atau rumah. Beberapa ciri anak tunadaksa
yaitu terrdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil
dari biasa,
mengalami kesulitan dalam gerakan.
Dari
beberapa ciri tersebut anak tunadaksa pasti memiliki masalah, baik dalam fisik,
phsikis maupun sosialnya. Beberapa masalah yang terjadi pada anak tunadaksa
yaitu:
1.
Fisik
Masalah fisik yang terjadi pada anak
tunadaksa dapat berupa kelumpuhan anggota gerak atas, bawah, atau pada
otot-otot penegak tulang punggung yang bisa terjadi sebagian atau keseluruhan.
Masalah lainnya yaitu anggota gerak yang lumpuh lebih pendek dari yang tidak
lumpuh, kaku sendi (kontraktur) yaitu sendi tidak dapat digerakkan, ditekuk
atau diluruskan sebagian atau seluruhnya, ada pula terjadi perubahan bentuk
pada panggul dan tulang punggung. Dan dikarenakan adanya masalah tersebut
terjadi gangguan pada fungsi mobilisasi, mulai dari gangguan berguling,
merangkak, duduk, berdiri, berjalan, meraih dan memegang atau menggenggam.
2.
Phsikis
Ditinjau dari aspek psikologis anak tunadaksa cenderung
merasa apatis, malu, rendah diri, sensitif dan kadang-kadang pula muncul sikap
egois terhadap lingkungannya yang disebabkan oleh perkembangan dan pembentukan
pribadi yang kurang didukung oleh lingkungan sekitar. Keadaan seperti ini
mempengaruhi kemampuan dalam hal sosialisasi dan interaksi sosial terhadap
lingkungan sekitarnya atau dalam pergaulan sehari-harinya.
3.
Sosial
Reaksi
masyarakat terhadap kelainan ATD sangat bervariasi, pada umumnya lebih banyak
yang cenderung bernada negatife.Reaksi masyarakat yang negatife ini sudah tentu
dipengaruhi oleh pandangan mereka atau bagaimana mereka menilai ATD.
B. Kebutuhan Anak Tunadaksa
Anak tunadaksa walaupun
memiliki kekurangan dan hambatan, namun mereka seperti anak-anak pada umumnya
yang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi. Perbedaannya yaitu kebutuhan
mereka lebih mengacu pada masalah yang dialami anak. Kebutuhan anak tunadaksa
antara lain:
1. Kebutuhan
Komunikasi
Kebutuhan
komunikasi secara lisan, tulisan, maupun menggunakan isyarat merupakan
prioritas utama dalam memenuhi kebutuhan anak tunadaksa. Untuk hal ini
diperlukan pelatihan dari ahli terapi bicara agar anak tunadaksa dapat
berkomunikasi dengan orang lain.
2. Kebutuhan
Mobilisasi
Kebutuhan
mobilisasi meliputi serangkaian gerakan dari berguling, telungkup, merangkak,
duduk, berdiri, dan berjalan menempuh jarak tertentu, dan berpindah tempat.
3. Kebutuhan
ADL
Kebutuhan
memelihara diri sendiri erat dengan hubungannya dengan kemampuan fungsi tangan.
Hilangnya bagian tangan baik akibat cacat lahir atau diperoleh akan diganti
dengan prothesa dan kelemahan yang permanen akan dibantu dengan alat pembantu
seperti orthosis/splint, sehingga lebih kuat atau mendekati normal. usaha
mengembalikan fungsi baik untuk aktivitas kehidupan sehari-hari maupun untuk
keterampilan dibutuhkan penanganan okupasi terapi.
4. Kebutuhan
Sosial
Kebutuhan sosial berupa sikap dan perhatian dari
keluarga dan lingkungan terhadap anak tunadaksa yang dapat mendorong yang
bersangkutan untuk berusaha meningkatkan kemampuannya.
5. Kebutuhan
Psikologis
Efek dari
ketunadaksaan kadang menimbulkan sikap yang berlebihan pada keluarga dan juga
trauma phikis yang dialami seorang tunadaksa. Konsltasi dengan seorang psikolog
merupakan usaha untuk mengubah sikap tersebut.
6. Kebutuhan
Pendidikan
Bagi anak
tunadaksa yang memiliki kemampuan mengikuti pendidikan, penyaluruan ke
pendidikan umum atau khusus merupakan usaha memenuhi kebutuhan akan pendidikan.
7. Kebutuhan
Kekaryaan/Pekerjaan
Kebutuhan
pekerjaan bagi tunadaksa meliputi yang belum maupun sudah pernah bekerja. Bagi
yang pernah bekerja mengembalikan secara maksimal kepada fungsi tugas seperti
semula atau memodifikasi pekerjaan. Untuk yang belum pernah bekerja diberikan
pendidikan keterampilan sesuai dengan bakat dan kemampuan untuk berwirausaha
atau bekerja di instansi pemerintah atau swasta.
C. Dasar Ilmu Bedah Ortopedi
Pada awalnya ilmu
ortopedi berfokus pada keadaan salah bentuk tubuh pada seseorang. Segala upaya
ditunjukkan untuk memperbaiki salah bentuk tersebut. Pada saat itu jarang
sekali orang memikirkan tentang hubungan antara salah bentuk dan fungsi
fisiologis pada keadaan salah bentuk tadi. Badan manusia dianggap sebagai suatu
sistem yang hanya mengikuti hukum mekanika, dan hukum mekanika ini dianggap
sebagai satu-satunya faktor yang mengakibatkan salah bentuk. Hal ini
seakan-akan ilmu ortopedi dikuasai oleh ilmu morfolagi mekanika.
Teori Darwin yang
diantaranya menjelaskan tentang hubungan morfologi dan cara hidup mempengaruhi
pikiran orang-orang yang melihat ilmu ortopedi hanya dari sudut morfologi.
Kemudian timbullah pandangan baru bahwa salah bentuk juga ada hubungannya
dengan kekuatan dan gaya gerak yang disebabkan adanya otot-otot pada tubuh
manusia. Beberapa ahli ortopedi merasa belum puas dengan pendapat di atas.
Mereka berpendapat bahwa di dalam tubuh manusia, selain gaya berat melalui
hukum mekanika dan gaya tarik menarik otot melalui kinetika masih terdapat
faktor biologis yang menentukan bentuk tubuh.
Di dalam tubuh terjadi
pertumbuhan dan regenerasi sel-sel dalam jaringan. Tumbuh dan mati merupakan
hukum biologis dan hal ini penting dalam menentukan bentuk tubuh, terutama pada
anak-anak yang baru lahir dan belum banyak faktor mekanika dan kinetika. Demikian
juga salah bentuk yang terjadi akibat kelainan pada tulang. Semua itu merupakan
faktor bioligis.
Dengan demikian salah
bentuk yang terjadi pada tubuh manusia merupakan akibat dari berbagai macam
sebab. Pertama karena pengaruh mekanika dan kinetika, lalu yang kedua karena
pengaruh biologis. Ilmu kinetika atau kinesiologi adalah ilmu yang merupakan
dasar utama di dalam ilmu ortopedi. Kinesiologi ini disusun atas beberapa ilmu,
diantaranya yaitu osteologi, miologi atau ilmu tentang otot, morfologi dari ilmu
gerak, ilmu mekanika dari sendi-sendi dan ilmu mekakanikai otot-otot. Tinjauan
dasar ilmu ortopedi tersebut memberi bekal pengertian tentang segi-segi ilmu
ortopedi, sehingga dapat mengerti penanganan yang dapat dilakukan.
D. Peran Ilmu Bedah Ortopedi
Timbulnya masalah pada
anak tunadaksa berpangkal dari adanya suatu kecacatan fisik atau tubuh. Anak
tunadaksa memerlukan penanganan medis lebih banyak dibandingkan dengan ketunaan
lainnya. Adalah tugas bedah ortopedi dalam pelakasanaan perbaikan posisi otot,
tulang maupun bagian tubuh lainnya agar dapat berfungsi. Tindakan bedah
ortopedi pada anak tunadaksa tertentu bertujuan agar anak dapat berjalan dengan
alat bantu. Bedah rekonstruksi dapat dilakukan misalnya pada anak cerebral
palsy dengan spastic hand. Tujuannya adalah memperbaiki fungsi tangan, yaitu
fungsi menggenggam dan membuka jari-jari tangan.
Dalam pelaksanaannya,
tidak semua kecacatan yang dialami anak tunadaksa dapat dengan mudah dilakukan
pembedahan. Diperlukan pemeriksaan yang cermat serta kerja sama dengan ahli
lain agar diperoleh hasil yang maksimal. Dan juga meskipun tindakan operasi
pembedahan merupakan bagian dari cara penanganan ortopedi, namun peran utama
dari ilmu bedah ortopedi adalah pengembalian fungsi tubuh akibat gangguan
sistem gerak agar dapat berfungsi secara optimal dan dapat hidup yang mandiri
dengan atau tanpa alat bantu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar