Minggu, 08 September 2013

Dampak Keluarbiasaan pada Aspek Fisik, Psikis dan Sosial Anak Tunadaksa



A.    Pengertian Anak Tunadaksa
Anak-anak yang tergolong penyandang tunadaksa sangat beragam kondisinya, pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu kelainan tubuh dan kelainan kesehatan. Kelainan tubuh maupun kelainan kesehatan yang tidak menghambat interaksi dan komunikasi seseorang dengan lingkungannya (termasuk proses belajar) maka belum dapat dikatakan sebagai tunadaksa dalam konteks pendidikan. Jadi yang dimaksudkan tunadaksa dalam hal ini adalah anak atau seseorang yang memiliki kelainan tubuh baik kondisi fisik maupun sistem persyarafan otak yang mempengaruhi organ motorik (otot) maupun kondisi kesehatan dan menghambat proses sosialisasi maupun komunikasi individu dengan lingkungannya. Sehingga tidak semua keadaan atau kondisi cacat dapat dikatakan tunadaksa, dan tidak semua anak atau orang yang lengkap anggota tubuhnya termasuk normal.
Tunadaksa itu sendiri berasal dari kata tuna yang berarti kurang, rugi dan daksa yang berarti tubuh. Sehingga tunadaksa adalah suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot, atau sendi dalam fungsinya yang normal. Tunadaksa dapat diartikan juga sebagai suatu bentuk kelainan atau kecacatan dalam sistem tulang, otot, persendian, dan saraf yang bersifat primer atau sekunder  serta yang disebabkan oleh penyakit, virus, dan kecelakaan baik yang terjadi sebelum lahir saat lahir dan sesesudah kelahiran, dimana gangguan mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilitas dan gangguan perkembangan keutuhan pribadi. Anak tunadaksa tidak selamanya masuk dalam kelompok luar biasa. Hal ini tergantung dari sifat dan derajat kelainannya (ringan, sedang, berat) serta terdapat beraneka ragam kecacatannya seperti buntung salah satu atau kedua tangan maupun kakinya, tangan atau kaki layuh (lumpuh), tangan selalu bergerak tanpa bisa dikendalikan, dll. Memperhatikan jenis, berat ringan dan beragamnya kelainan pada tunadaksa menyebabkan sulitnya merumuskan definisi yang tepat tentang tunadaksa yang dapat merangkum semua jenis kelainan yang ada.


B.     Ciri-Ciri Anak Tunadaksa
Anak tunadaksa memiliki ciri-ciri sebagai brikut :
1.      Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh
2.      Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak tidak lentu/tidak terkendali)
3.      Terdapat anggota gerak yang tidak sempurna/tidak lengkap/lebih kecil dari biasanya
4.      Terdapat cacat dalam alat gerak
5.      Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam
6.      Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, menunjukkan sikap tubuh yang tidak normal

C.    Klasifikasi Anak Tunadaksa
Ada berbagai cara untuk mengklasifikasikan keadaan anak tunadaksa, perbedaan klasifikasi atau penggolongan tunadaksa sangat bergantung dari sudut pandang mana cara memandangnya. Dan pada kesempatan kali ini akan membahas mengenai penggolongan klasifikasi anak tunadaksa yang dapat dilihat dari segi :
1.      Dilihat dari faktor penyebab kelainan
a.       Cacat bawaan (congenital abnormalities)
Yaitu yang terjadi pada saat anak dalam kandungan (pra-natal) atau kecacatan terjadi pada saat anak dilahirkan.
b.      Infeksi
Dapat menyebabkan kelainan pada anggota gerak atau bagian tubuh lainnya. Kelainan ini bersifat sekunder karena merupakan akibat dari adanya infeksi seperti poliomyelitis dan osteomyelitis.
c.       Gangguan metabolisme
Hal tersebut dapat terjadi pada bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh faktor gizi (nutrisi), sehingga mempengaruhi perkembangan tubuh dan mengakibatkan kelainan pada sistem ortopedis dan fungsi intelektal.
d.      Kecelakaan
Atau dalam istilah lain disebut trauma dapat mengakibatkan kelainan ortopedis berupa kelainan koordinasi, mobilisasi atau kelainan yang lain tergantung akibat dari kecelakaan tersebut.
e.       Penyakit yang progresif
Hal tersebut dapat diperoleh melalui genetik (keturunan) atau karena penyakit seperti DMP (Dystrophia Musculorum Progressiva).
f.       Tidak diketahui penyebabnya
Jenis ini sulit untuk dideteksi faktor-faktor apa yang menyebabkan seseorang menjadi tunadaksa, karena sangat sulitnya mendeteksi faktor penyebab kelainannya maka mereka dikelompokkan ke dalam jenis yang tidak diketahui sebab-sebabnya seperti Miscellaneous Causes.
2.      Dilihat dari sistem kelainannya
a.       Sistem serebral (cerebral system disorders)
Penggolongan ini didasarkan pada letak penyeebab kelainan yang terletak didalam sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Kerusakan tersebut mengakibatkan bentuk kelainan yang krusial karena otak dan sumsum tulang belakang merupakan pusat dari aktivitas hidup manusia seperti pusat kesadaran, ide, kecerdasan, motorik, sensoris, dll. Jenis kelainan sistem serebral yang termasuk didalam kelompok ini adalah cerebral palsy. Cerebral palsy merupakan suatu kelainan gerak, sikap maupun bentuk tubuh, gangguan koordinasi dan kadang-kadang disertai gangguan psikologis dan sensoris yang disebabkan oleh adanya kerusakan atau kecacatan pada masa perkembangan otak.
b.      Sistem otot dan rangka (musculus skeletal system)
Penggolongan ini didasarkan pada letak penyebab kelainan yang semata-mata pada sistem otot dan rangka adalah bagian-bagian atau jaringan-jaringan yang membentuk gugusan otot dan rangka sehingga terjadi koordinasi yang normal dan fungsional dalam menjalankan tugasnya.
Anggota tubuh yang biasanya mengalami kelainan yaitu kaki, tangan, sendi dan tulang belakang. Oleh karena itu anak-anak yang mengalami kelainan pada sistem musculus skeletal mengalami kesulitan duduk, berdiri, berjalan dan menggunakan tangannya. Penyebab terjadinya kelainan pada sistem otot dan rangka bervariasi, ada yang karena infeksi penyakit, bawaan, kelainan perkembangan dan ada pula yang disebabkan oleh terjadinya kecelakaan.
Jenis kelainan sistem otot dan rangka antara lain meliputi :
·         Poliomyelitis
Yaitu suatu infeksi penyakit pada sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh virus polio dan yang diserang pada sel-sel syaraf motorik pada sumsum tulang belakang atau jaringan persyarafan yang ada dalam otak. Akibatnya penderita akan mengalami kelumpuhan permanen/mengecilnya otot. Namun tidak semua akan mengalami kelumpuhan jika infeksi virus tersebut mengakibatkan rusaknya sel-sel syaraf motorik.
·         Muscle Dystrophy
Yaitu kelumpuhan pada sekelompok otot yang bersifat degenerasi (penurunan). Yang disebabkan oleh faktor gen.
·         Spina Bifida
Merupakan jenis kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan terbukanya satu atau tiga ruas tulang belakang yang disebabkan oleh tidak tertutupnya kembali ruas tulang belakang selama proses perkembangan terjadi. Akhirnya fungsi jaringan  syaraf terganggu dan dapat mengakibatkan kelumpuhan.

D.    Dampak Keluarbiasaan pada Aspek Fisik Anak Tunadaksa
1.      Kesulitan aktifitas motorik
a.       Hiperaktif
b.      Hipoaktif
c.       Gangguan koordinasi motorik. Cirinya adalah ketidakselarasan gerak baik gerak motorik halus maupun kasar.
2.      Kesulitan dalam penyesuaian diri
Disebabkan karena keadaan atau kondisi fisik yang dialami dan disebabkan oleh respon masyarakat atau lingkungan.
3.      Hambatan dalam perkembangan kognitif
Disebabkan oleh keterbatasan fungsi gerak sangat mempengaruhi eksplorasi lingkungan sehingga menghambat perkembangan fungsi kognitif.
4.      Gangguan perhatian

E.     Dampak Keluarbiasaan pada Aspek Psikis Anak Tunadaksa
Ditinjau dari aspek psikologis anak tunadaksa cenderung merasa apatis, malu, rendah diri, sensitif dan kadang-kadang pula muncul sikap egois terhadap lingkungannya yang disebabkan oleh perkembangan dan pembentukan pribadi yang kurang didukung oleh lingkungan sekitar. Keadaan seperti ini mempengaruhi kemampuan dalam hal sosialisasi dan interaksi sosial terhadap lingkungan sekitarnya atau dalam pergaulan sehari-harinya.
Dengan adanya keluarbiasaan dalam diri seseorang sering eksistensinya sebagai makhluk sosial dapat terganggu. Sebagai akibat dari ketunaan dan pengalaman pribadi anak itu maka aspek psikologis yang ditimbulkannya juga tergantung dari seberapa berat ketunaan yang disandangnya itu, kapan saat terjadinya kecacatan, seberapa besar kualitas kecacatan dan karakteristik susunan kejiwaan anak tersebut sangat mempengaruhi kondisi psikologisnya.
Dari beberapa kajian yang telah dilakukan terhadap isolasi soaial anak, menunjukkan anak menjadi sering kaku, mudah marah bila dihubungakan dengan perilakunya menunjukkan seakan bukan pemaaf dan tidak mempunyai rasa sensitif kepada orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa anak seperti itu mempunyai kesulitan mendasar dalam hal sosialisasi dan bahkan komunikasi.
Sifat seperti itu merupakan rintangan utama dalam melakukan kepuasan hubungan interpersonal bagi anak luar biasa. Kesendirian sebagai akibat dari rasa rendah diri merupakan tantangan dalam melakukan sosialisasi dan penerimaan diri akan kelainan yang dimilikinya.

F.     Dampak Keluarbiasaan pada Aspek Sosial Anak Tunadaksa
Menyimak keadaan fisik yang tampak pada anak tunadaksa ortopedi dan tunadaksa saraf tidak terdapat perbedaaan yang mencolok, sebab secara fisik kedua jenis anak tunadaksa memiliki kesamaan, terutama pada fungsionalisasi anggota tubuh namun, apabila dicermati secara seksama untuk memanfaatkan fungsi tubuhnya akan tampak perbedaan. Konsidi ketunadaksaan dikaitkan dengan masalah sosial ekonomi dapat dikelompokkan:
1.      Penderita tunadaksa yang hanya memerlukan pertolongan dalam menempatkan pada pekerjaan yang cocok.
2.      Penderita tunadaksa karena kelainannya sehingga memerlukan latihan kerja (vocational training) untuk dapat ditempatkan dalam jabatan-jabatan biasa (open employment)
3.      Penderita tunadaksa setelah diberi pertolongan rehabilitasi dan latihan-latihan dapat dipekerjaan dengan perlindungan khusus (sheltered employment).
4.      Penderita tunadaksa yang sedemikian beratnya sehingga memerlukan perawatan secara terus menerus dan tidak mungkin dapat produktif.
Ada beberapa sifat anak tunadaksa yang cenderung merasa apatis, malu, rendah diri, sensitif dan kadang-kadang pula muncul sikap egois terhadap lingkungannya yang disebabkan oleh perkembangan dan pembentukan pribadi yang kurang didukung oleh lingkungan sekitar. Keadaan seperti ini mempengaruhi kemampuan dalam hal sosialisasi dan interaksi sosial terhadap lingkungan sekitarnya atau dalam pergaulan sehari-harinya.
Peran orang tua terhadap konsep diri dan kemampuan komunikasi interpersonal pada anak tuna daksa menunjukkan bahwa dukungan orang tua mempengaruhi pembentukan konsep diri anak tuna daksa dan nantinya akan mempengaruhi dalam komunikasi interpersonalnya. Perlakuan yang berbeda dari keluarga dan masyarakat akan menimbulkan kepekaan efektif pada para penyandang tuna daksa, yang tak jarang mengakibatkan timbulnya perasan negatif pada diri mereka terhadap lingkungan sosialnya. Keadaan ini menyebabkan hambatan pergaulan sosial penyandang tuna daksa. Jika keluarga dan lingkungan memberikan perlakuan positif, maka penyesuaian diri pada anak tunadaksa juga akan baik karena mereka merasa diterima di lingkungan keluarga juga sosialnya dengan keterbatasan yang dia milikinya.
Ada  empat faktor yang mempengaruhi perkembangan sikap anak tunadaksa, yaitu:


1)            Faktor keluarga
Keluarga atu orang tua merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap anak tunadaksa. Keluarga merupakan sosok yang dianggap penting dan yang paling dekat dengan mereka, jika keluarga bisa menerima kondisi anak dengan segala keterbatasannya maka kepribadian sikap anak akan berkembang bagus. Namun sebaliknya jika keluarga tidak bisa menerima maka sikap yang terbentuk akan buruk dan membuat ank cenderung bersikap negatif atau menyimpang.
2)            Faktor Lingkungan sosial masyarakat
Sosial masyarakat sangat besar pengaruhnya bagi anak tunadaksa. Lingkungan yang baik akan memberikan respon yang baik, sebaliknya lingkungan yang negatif maka akan menimbulkan sikap yang buruk pula pada pembentukan pribadi anak tudaksa.
3)             Faktor emosional
Sesuatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Biasanya anak tunadaksa cenderung memiliki sikap apatis, malu, rendah diri, sensitif dan kadang-kadang pula muncul sikap egois serta emosinya labil sehingga gampang tersinggung dengan lingkungan sekitarnya.
4)            Faktor pengalaman pribadi
Apa yang telah atau pernah dialami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan anak tudaksa terhadap stimulus sosial dari dalam dirinya.

1 komentar: