Senin, 06 Mei 2013

TEORI – TEORI BELAJAR

1.      Teori Belajar Behavioristik
a.       Pengertian
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.
b.      Tokoh dan Pendapat
Ø  Thorndike, meurutnya belajar adalah proses interaksi antara stimulus (apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera) dan respon (reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan). Menurut Thorndike terdapat tiga hukum belajar yang utama, yaitu hukum efek, hukum latihan, dan hukum kesiapan.Teori Thorndike ini disebut juga teori koneksionisme (Connectionism).

Ø  Watson, menurutnya belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati.
Ø  Menurut Clark Hull, dia juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
Ø  Edwin Guthrie, menurutnya belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, dimana stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan dan pemuasan biologis. Dijelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan respon cendrung hanya bersifat sementara. Oleh sebab itu, dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat tetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Ø  Skinner, menurutnya belajar adalah hubungan antara stimulus dan respon  yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulakn perubahan tingkah laku. Dikatakan bahwa respon yang diberikan seseorang/siswa tidaklah sesederhana itu, sebab pada dasrnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi dan interaksi antara stimulus-stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang akan diberikan.
c.       Implementasi Teori Belajar Behavioristik
Teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar. Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
Metode behaviorisme sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
2.      Teori Belajar Kognitif
a.       Pengertian
Salah satu teori belajar yang dikembangkan selama abad ke-20  adalah teori belajar kognitif, yaitu teori belajar yang melibatkan proses berfikir secara komplek dan mementingkan proses belajar. Jadi pengertian belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pemehaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang telah dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang. Teori kognitif lebih mementingkan proses belajar bukan pada hasil belajar.
b.      Tokoh dan Pendapat
Ø  J.Piaget, menurutnya kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola-pola perkembangan tertentu dan umur seseorang, serta melalui proses asimilasi (proses pengintegrasian atau penyatuan informasi baruke dalam struktur kogniitif yang telah dimiliki oleh seseorang), akomodasi (proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru) dan equilibrasi (penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi). Tahap-tahap perkembangan itu adalah tahap Sensorimotor (umur 0-2 tahun), tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun), tahap operasional konkret (umur 7/8-11/12 tahun), tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun).
Ø  David Ausubel, menurutnya dalam buku karya Drs. Bambang Warsita bahwa “belajar haruslah bermakna, materi yang dipelajari diasimilasi secara nonarbitrer dan berhubungan dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya”(2008:72). Hal ini berari bahwa pembelajaran bermakna merupakan suatu proses yang dikaitkan dengan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif peserta didik. Dimana Proses belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta saja, tetapi merupakan kegiatan yang menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Jadi guru harus menjadi perancang pembelajaran dan pengembang  program pembelajaran dengan berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang dimiliki peserta didik dan membantu memadukan secara harmonis dengan pengetahuan baru yang dipelajari.
Ø  Menurut Jerome Bruner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak. Lama tidaknya masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi, dan minat siswa.
Ø  Winkel, menurutnya belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas.
Ø  Albert Bandura berpendapat tentang teori kognitif sosial. Seperti yang dijelaskan dalam buku karya John W. Santrock (2007:285) yang menyatakan bahwa teori Kognitif Sosial  (Social Cognitive Theory) merupakan faktor sosial dan kognitif dan juga faktor perilaku, memainkan peran penting dalam pembelajaran. Hal ini berarti bahwa faktor kognitif berupa ekspektasi murid untuk meraih keberhasilan sedangkan faktor sosial mencakup pengamatan murid terhadap perilaku orang tuanya. Jadi menurut Bandura antara faktor kognitif/person, faktor lingkungan dan faktor perilaku mempengaruhi satu sama lain dan faktor-faktor ini bisa saling berinteraksi untuk mempengaruhi pembelajaran. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi, pemikiran dan kecerdasan.
c.       Implementasi Teori Belajar Kognitif
Pada teori belajar ini guru harus memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman – pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap Pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud. Selain itu guru juga harus mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar dan engutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi.
3.      Teori Belajar Konstruktivisme
a.       Pengertian
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak seketika. Sedangkan belajar menurut konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan.
Menurut Shymansky belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengtahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan idea-idea baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya. Lalu menurut Von Glaserfeld konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri.
b.      Tokoh dan Pendapat
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:
a)      Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
b)      Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
c)      Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
d)     Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.
c.       Implementasi Teori Belajar Konstruktivisme
Implementasi teori konstruktivisme pada pembelajaran diantaranya :
Ø  Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya
Ø  Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik
Ø  Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang dikembangkan dan yang dibuat para siswa untuk mendukung model-model itu.
Ø  Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
4.      Teori Belajar Humanistik
a.       Pengertian
Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Menurut teori humanistik tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia, oleh sebab itu teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati kajian filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Proses belajar dianggap berhasil jika siswa telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain, siswa telah mampuh mencapai aktualisasi diri secara optimal. Teori humanistik cendrung bersifat elektik, maksudnya teori ini dapat memanfaatkan teori apa saja asal tujuannya tercapai.
b.      Tokoh dan Pendapat
Ø  Carl R. Roger berpendapat, peranan guru dalam kegiatan belajar siswa menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam : (1) membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar siswa bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu siswa untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar, (3) membantu siswa untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada siswa, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai siswa sebagaimana adanya.
Ø  Arthur Combs berpendapat bahwa belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Untuk itu, guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada.
Ø  Ausubel, walaupun termasuk dalam aliran kognitifisme, tetapi ia terkenal dengan konsepnya belajar bermakna (Meaning Learning)
Ø  Habermas, Hubermas, membedakan tiga macam atau tipe belajar, yaitu: belajar teknis (belajar bagaimana seseorang dapat beinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar), belajar pragtis (belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik) dan belajar emansipatoris (upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya perubahan atau informasi budaya dalam lingkungan sosialnya).
c.       Implementasi Teori Belajar Humanistik
Dalam prakteknya teori humanistik ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Oleh sebab itu, walaupun secara ekspilsit belum ada pedoman baku tentang langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistik, namun paling tidak langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan sebagai acuan. Langkah-langkah yang dimaksud adalah sebagi berikut :
v  Menentukan tujuan pembelajaran
v  Menentukan materi pembelajaran
v  Entry behavior
v  Mengidentifikasi topic – topic pelajaran
v  Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran
v  Membimbing siswa belajar secara aktif
v  Membimbing siswa untuk memahami hakekat makna dari pengalaman belajar.
v  Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep – konsep baru ke situasi nyata.
v  Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya.
v  Mengevaluasi proses dan hasil belajarnya.


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar