1.
Teori
Belajar Behavioristik
a. Pengertian
Menurut teori behavioristik belajar
adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner,
1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon
(Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting
adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus
adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa
reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah
faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.
b. Tokoh
dan Pendapat
Ø Thorndike, meurutnya belajar adalah proses interaksi antara stimulus (apa
yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau
hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera) dan respon (reaksi yang dimunculkan
peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan). Menurut
Thorndike terdapat tiga hukum belajar yang utama, yaitu hukum efek, hukum
latihan, dan hukum kesiapan.Teori
Thorndike ini disebut juga teori koneksionisme (Connectionism).
Ø Watson, menurutnya belajar adalah proses interaksi antara
stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk
tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur.
Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri
seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai
hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati.
Ø Menurut Clark Hull, dia juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan
respon untuk menjelaskan pengertian
belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull,
seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama
untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull
mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive
reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan
manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu
dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin
dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini,
tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
Ø Edwin Guthrie, menurutnya belajar adalah proses interaksi
antara stimulus dan respon, dimana stimulus tidak harus berhubungan dengan
kebutuhan dan pemuasan biologis. Dijelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan respon cendrung hanya
bersifat sementara. Oleh sebab itu, dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering
mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat
tetap.
Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting
dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu
mengubah tingkah laku seseorang.
Ø Skinner, menurutnya belajar adalah hubungan antara
stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya,
yang kemudian akan menimbulakn perubahan tingkah laku. Dikatakan bahwa respon
yang diberikan seseorang/siswa tidaklah sesederhana itu, sebab pada dasrnya
stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi dan
interaksi antara stimulus-stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon
yang akan diberikan.
c. Implementasi
Teori Belajar Behavioristik
Teori
behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi
aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi
atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar. Evaluasi menekankan pada respon pasif,
ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test.
Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar
menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa
pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang
sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan
setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada
kemampuan pebelajar secara individual.
Metode behaviorisme sangat cocok untuk perolehan
kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur
seperti: Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya,
contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang,
olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih
anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi
dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan
langsung seperti diberi permen atau pujian.
2.
Teori
Belajar Kognitif
a. Pengertian
Salah
satu teori belajar yang dikembangkan selama abad ke-20 adalah teori
belajar kognitif, yaitu teori belajar yang melibatkan proses berfikir secara
komplek dan mementingkan proses belajar. Jadi pengertian belajar menurut teori kognitif adalah perubahan
persepsi dan pemehaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat
diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur
kognitif yang telah dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika
materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang
telah dimiliki seseorang. Teori kognitif lebih mementingkan proses belajar
bukan pada hasil belajar.
b. Tokoh
dan Pendapat
Ø J.Piaget, menurutnya kegiatan belajar terjadi sesuai
dengan pola-pola perkembangan tertentu dan umur seseorang, serta melalui proses
asimilasi (proses
pengintegrasian atau penyatuan informasi baruke dalam struktur kogniitif yang
telah dimiliki oleh seseorang), akomodasi (proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi
baru)
dan equilibrasi (penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi).
Tahap-tahap perkembangan itu adalah tahap Sensorimotor (umur 0-2 tahun),
tahap preoperasional (umur 2-7/8
tahun),
tahap operasional konkret (umur
7/8-11/12 tahun), tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun).
Ø
David Ausubel, menurutnya dalam buku
karya Drs. Bambang Warsita bahwa “belajar haruslah bermakna, materi yang
dipelajari diasimilasi secara nonarbitrer dan berhubungan dengan pengetahuan
yang dimiliki sebelumnya”(2008:72). Hal ini berari bahwa pembelajaran bermakna
merupakan suatu proses yang dikaitkan dengan informasi baru pada konsep-konsep
relevan yang terdapat dalam struktur kognitif peserta didik. Dimana Proses
belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta saja, tetapi
merupakan kegiatan yang menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan
pemahaman yang utuh sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik
dan tidak mudah dilupakan. Jadi guru harus menjadi perancang pembelajaran dan
pengembang program pembelajaran dengan berusaha mengetahui dan menggali
konsep-konsep yang dimiliki peserta didik dan membantu memadukan secara
harmonis dengan pengetahuan baru yang dipelajari.
Ø Menurut
Jerome Bruner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa
dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk
menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dalam hal ini
Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap
informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru,
(2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis
pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin
bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui
apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak. Lama tidaknya
masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak
informasi, motivasi, dan minat siswa.
Ø Winkel,
menurutnya belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung
dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat
secara relatif dan berbekas.
Ø
Albert Bandura berpendapat tentang teori
kognitif sosial. Seperti yang dijelaskan dalam buku karya John W. Santrock
(2007:285) yang menyatakan bahwa teori Kognitif Sosial (Social Cognitive
Theory) merupakan faktor sosial dan kognitif dan juga faktor perilaku,
memainkan peran penting dalam pembelajaran. Hal ini berarti bahwa faktor
kognitif berupa ekspektasi murid untuk meraih keberhasilan sedangkan faktor
sosial mencakup pengamatan murid terhadap perilaku orang tuanya. Jadi menurut
Bandura antara faktor kognitif/person, faktor lingkungan dan faktor perilaku
mempengaruhi satu sama lain dan faktor-faktor ini bisa saling berinteraksi
untuk mempengaruhi pembelajaran. Faktor kognitif mencakup ekspektasi,
keyakinan, strategi, pemikiran dan kecerdasan.
c. Implementasi
Teori Belajar Kognitif
Pada teori belajar ini guru harus
memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak
sekedar kepada hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan anak
sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman – pengalaman belajar yang
sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru
penuh perhatian terhadap Pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada
kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan
pengalaman yang dimaksud. Selain itu guru juga harus mengutamakan peran siswa
dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar dan
engutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi.
3.
Teori
Belajar Konstruktivisme
a. Pengertian
Konstruktivisme
didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan
mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme adalah suatu
upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme
merupakan landasan berfikir pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas dan tidak seketika. Sedangkan belajar menurut
konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman
atau pelajaran yang dipelajari dengan pngertian yang sudah dimilikinya,
sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan.
Menurut
Shymansky belajar menurut
konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina
sendiri pengtahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan
proses menyelesaikan konsep dan idea-idea baru dengan kerangka berfikir yang
telah ada dan dimilikinya. Lalu menurut Von Glaserfeld konstruktivisme adalah
salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah
bentukan (konstruksi) kita sendiri.
b.
Tokoh dan Pendapat
Piaget
yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa
penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau
pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran
menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Proses mengkonstruksi,
sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:
a) Skema/skemata adalah struktur
kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan
mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai
kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus
berkembang.
b) Asimilasi adalah proses kognitif
perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau
merinci.
c) Akomodasi adalah proses pembentukan
skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
d) Equilibrasi adalah keseimbangan
antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman
luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang
berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan
akomodasi.
c. Implementasi
Teori Belajar Konstruktivisme
Implementasi
teori konstruktivisme pada pembelajaran diantaranya :
Ø Peserta
didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi
dirinya
Ø Guru
hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi
yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik
Ø Untuk mengajar dengan baik, guru
harus memahami model-model mental yang digunakan para siswa untuk mengenal
dunia mereka dan penalaran yang dikembangkan dan yang dibuat para siswa untuk
mendukung model-model itu.
Ø Kurikulum dirancang sedemikian rupa
sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat
dikonstruksi oleh peserta didik.
4.
Teori
Belajar Humanistik
a. Pengertian
Humanisme lebih melihat pada sisi
perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian yaitu
bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Menurut teori humanistik tujuan belajar adalah untuk
memanusiakan manusia, oleh sebab itu teori belajar humanistik sifatnya lebih
abstrak dan lebih mendekati kajian filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi,
dari pada bidang kajian psikologi belajar. Proses belajar dianggap berhasil
jika siswa telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain,
siswa telah mampuh mencapai aktualisasi diri secara optimal. Teori humanistik
cendrung bersifat elektik, maksudnya teori ini dapat memanfaatkan teori apa
saja asal tujuannya tercapai.
b. Tokoh
dan Pendapat
Ø
Carl R. Roger berpendapat, peranan guru
dalam kegiatan belajar siswa menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai
fasilitator yang berperan aktif dalam : (1) membantu menciptakan iklim kelas
yang kondusif agar siswa bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu siswa
untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk
belajar, (3) membantu siswa untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka
sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar
kepada siswa, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari
berbagai siswa sebagaimana adanya.
Ø
Arthur Combs berpendapat bahwa belajar
terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi
yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Untuk itu, guru
harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa
tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha
merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada.
Ø Ausubel, walaupun termasuk dalam aliran kognitifisme, tetapi
ia terkenal dengan konsepnya belajar bermakna (Meaning
Learning)
Ø Habermas,
Hubermas, membedakan tiga macam atau tipe belajar, yaitu:
belajar teknis (belajar bagaimana seseorang dapat beinteraksi
dengan lingkungan alamnya secara benar), belajar pragtis (belajar bagaimana seseorang dapat
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang di
sekelilingnya dengan baik) dan
belajar emansipatoris (upaya agar seseorang mencapai suatu
pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya perubahan atau informasi
budaya dalam lingkungan sosialnya).
c. Implementasi
Teori Belajar Humanistik
Dalam
prakteknya teori humanistik ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir induktif,
mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif
dalam proses belajar. Oleh sebab itu, walaupun secara ekspilsit belum ada
pedoman baku tentang langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistik,
namun paling tidak langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati
dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan sebagai acuan. Langkah-langkah yang
dimaksud adalah sebagi berikut :
v Menentukan tujuan pembelajaran
v Menentukan materi pembelajaran
v Entry behavior
v Mengidentifikasi topic – topic
pelajaran
v Merancang fasilitas belajar seperti
lingkungan dan media pembelajaran
v Membimbing siswa belajar secara
aktif
v Membimbing siswa untuk memahami
hakekat makna dari pengalaman belajar.
v Membimbing siswa dalam
mengaplikasikan konsep – konsep baru ke situasi nyata.
v Membimbing siswa membuat
konseptualisasi pengalaman belajarnya.
v Mengevaluasi proses dan hasil
belajarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar