Jumat, 15 Maret 2013

SEJARAH LAYANAN PENDIDIKAN BAGI ANAK DENGAN GANGGUAN MOTORIK

          Sejarah dan Perkembangan Pelayanan Pendidikan Anak dengan Gangguan Motorik

Anak dengan gangguan motorik atau biasa disebut dengan istilah anak tunadaksa erat hubungannya dengan anak cacat yang tidak berguna. Anak-anak tunadaksa (cripple) pada zaman Renaissance pernah disebutnya sebagai setan (satan) yang disejajarkan dengan makhluk jahat (evil) dan tidak pantas untuk diberi hidup. Dengan demikian tidak ada artinya sama sekali keberadaan anak-anak tunadaksa.
Namun dengan perkembangan, perhatian masyarakat baik di Indonesia maupun dunia mulai menyadari keberadaan anak tunadaksa atau anak dengan gangguan motorik. Masyarakat mulai mengakui keberadaan dan mulain menyadari bahwa anak tunadaksa tersebut memiliki potensi seperti anak normal jika mendapatkan pelatihan atau pelayanan pendidikan yanng tepat. Oleh karena itu, perkembangan pelayanan pendidikan yang dipelopori oleh para ahli mulai berkembang di seluruh dunia.
Dr. William John Little merupakan seoranng ahli ilmu kedokteran yang pertama kali tertarik meneliti dan menolong anak – anak yang menunjukkan gejala spastik diplegia pada tahun 1861. Hasil kerja Dr. William John Little kemudian diikuti ahli – ahli lain, seperti Dr. Sigmund Freud (1883) dan Sir Willian Osler (1889).