Selasa, 25 Maret 2014

karakteristik dan kebutuhan umum anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus



A.    Karakteristik Anak yang Memerlukan Layanan Pendidikan Khusus

Berdasarkan sejarah panjang yang ada, peraturan hukum yang dibuat, serta pendapat para ahli, maka anak berkebutuhnan khusus didefinisikan sebagai “Anak yang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka yang secara fisik, psikologis, kognitif atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan / kebutuhan dan potensinya secara maksimal, meliputimereka yang tuli, buta, mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan emosional, juga anak-anak yang berbakat dengan inteligensi yang tinggi, dapat dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus / luar biasa, karena memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga profesional.” (Suran dan Rizzo, 1979 dalam Mangunsong, F 2009).
Menurut pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa jenis pendidikan bagi Anak berkebutuan khusus adalah Pendidikan Khusus. Pasal 32 (1) UU No. 20 tahun 2003 memberikan batasan bahwa Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
PP No. 17 Tahun 2010 Pasal 129 ayat (3) menetapkan bahwa Peserta didik berkelainan terdiri atas peserta didik yang: a. tunanetra; b. tunarungu; c. tunawicara; d. tunagrahita; e. tunadaksa; f. tunalaras; g. berkesulitan belajar; h. lamban belajar; i. autis; j. memiliki gangguan motorik; k. menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lain; dan l. memiliki kelainan lain.

Senin, 10 Maret 2014

Pengembangan Kompetensi Sosial Pada Anak Tunanetra



A.    Perkembangan Kompetensi Sosial pada Anak
Pengembangan kompetensi sosial pada anak merupakan hal yang sangat penting. Berdasarkan hasil berbagai penelitian yang dilakukan dalam rentang waktu tahun 1990-2000 (Parker & Asher, 1987; Hartup & Moore, 1990; Rogoff, 1990; Ladd & Profilet, 1996; McClellan & Kinsey, 1999; Kinsey, 2000 - dalam McClellan & Katz, 2001) menunjukkan bahwa adaptasi sosial dan emosional anak jangka panjang, perkembangan akademik dan kognitifnya, dan kehidupannya sebagai seorang warga negara diperkuat oleh seringnya dia memiliki kesempatan untuk memperkuat kompetensi sosialnya selama masa kanak-kanaknya.
Pellegrini dan Glickman (1991:1) mendefinisikan kompetensi sosial pada anak sebagai "the degree to which children adapt to their school and home environments". Hal ini berarti kemampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungan rumah dan sekolahnya merupakan indikator utama kompetensi sosialnya dan untuk beradaptasi anak harus memiliki seperangkat perilaku verbal dan nonverbal.
Lamb & Baumrind (Budd, 1985) mengemukakan bahwa karakteristik anak yang memiliki kompetensi sosial itu mencakup berkemampuan untuk mempersepsi orang lain,asertif, ramah kepada teman sebaya, dan santun kepada orang dewasa. Dan menurut Benard (1995), kompetensi sosial itu mencakup kualitas-kualitas pribadi seperti bersifat responsif, terutama kemampuan untuk membangkitkan respon positif dari orang lain; fleksibilitas, termasuk kemampuan untuk bergaul dengan orang orang dari bermacam macam latar belakang budaya; kemampuan untuk berempati; keterampilan berkomunikasi; dan memiliki rasa humor.

Sabtu, 08 Maret 2014

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK ( PROJECT BASED LEARNING )



A.    KONSEP/DEFINISI

Pembelajaran Berbasis Proyek (PBP) adalah metode pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.
Menurut Thomas dkk dalam buku Made Weda, pembelajaran berbasis proyek (PBP), merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Dan menurut CORD dkk sebagaimana juga dikutip Made Wena, pembelajaran berbasis proyek adalah sebuah model pembelajaran yang inovatif, dan lebih menekankan pada belajar kontekstual melalui kegiatankegiatan yang kompleks.