BAB
I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pemahaman
masyarakat umum mengenai anak berkebutuhan khusus masih sangat minim,
kebanyakan mereka menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang
tidak memiliki kemampuan apapun. Salah satu dari mereka adalah anak lamban
belajar.
Anak
lamban belajar adalah mereka yang mengalami
hambatan atau keterlambatan dalam perkembangan mental (fungsi intelektual di
bawah teman-teman seusianya) disertai ketidakmampuan/kekurangmampuan untuk
belajar dan untuk menyesuaikan diri sedemikian rupa sehingga memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.
Pada
umumnya, anak lamban belajar juga memiliki hak yang sama dengan anak-anak
lainnya terutama dalam hal memperoleh pendidikan. Hal tersebut diatur dalam
UUD’45 pasal 31 ayat 1, yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak
mendapatkan pendidikan”. Hal tersebut lebih diperjelas lagi dalam UU No.20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 5 ayat 2, dan pasal 33
ayat 1, menyatakan bahwa warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
Dari pasal tersebut jelaslah bahwa
warga Negara yang berkebutuhan khusus berhak mendapatkan pendidikan khusus
sesuai dengan kebutuhan yang diperlukannya termasuk anak lamban belajar. Untuk
dapat memberikan pendidikan dan layanan khusus tersebut dengan tepat, hendaknya
kita mengetahui karakteristik anak dengan baik untuk mengetahui jenis layanan
pendidikan yang bagaimana yang harus kita berikan. Oleh karena itu, penulis
melakukan pengamatan terhadap Nadia Kiki Wulandari untuk mengetahui
karakteristik serta keadaan psikologis anak, untuk selanjutnya mengetahui
kebutuhan anak dalam proses belajar mengajar, agar anak memperoleh layanan
pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas, penulis dapat menentukan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa
hakekat anak lamban belajar?
2. Bagaimana keadaan kognitif anak lamban
belajar?
3. Bagaimana keadaan motorik anak lamban
belajar?
4. Bagaimana keadaan emosi anak
lamban belajar?
5. Bagaimana keadaan sosial anak lamban belajar?
C.
Tujuan
1. Mengetahui pengertian
anak lamban belajar
2. Mengetahui keadaan kognitif anak lamban
belajar
3. Mengetahui keadaan motorik anak lamban
belajar
4. Mengetahui keadaan emosi anak
lamban belajar
5. Mengetahui keadaan sosial
anak lamban belajar
D.
Metode
Penyusunan
1. Observasi
dan praktek langsung di lapangan.
2. Pengumpulan
data angket dari orangtua siswa
3. Metode
study pustaka
BAB
II
Identifikasi
Riwayat Kelahiran dan Aspek-Aspek
A. Identitas Klien
Nama Klien :
Nadia Kiki Wulandari
Jenis kelamin :
Perempuan
Tempat / tanggal lahir : Sukoharjo, 16 Mei 2003
Agama :
Islam
Pendidikan :
SD
Sekolah :
Yayasan Pendidikan Anak-Anak Luar Biasa ( YPAALB )
Kelas :
1
Anak Urutan ke :
1 dari 2 bersaudara
Orang tua :
AYAH IBU
Nama :
Suparto Sunarti
Usia :
33 35
Bahasa :
Indonesia/Jawa Indonesia/Jawa
Pendidikan :
SD SLTA
Pekerjaan : Pedagang Ibu Rumah Tangga
Alamat :
Gedangan Rt 07/Rw 01, Grogol, Sukoharjo
B. Riwayat Klien
Klien
bernama Nadia Kiki Wulandari
atau biasa dipanggil Nadia. Sekarang dia sedang bersekolah di Yayasan
Pendidikan Anak-Anak Luar Biasa ( YPAALB ). Ayahnya bekerja sebagai seorang
pedagang daan ibunya tidak bekerja. Nadia merupakan anak pertama dari 2 (dua)
bersaudara. Sekarang ini nadia berusia sekitar 9 tahun dan akan menjadi 10
tahun mei tahun depan.
Ketika mengandung, ibu klien
berusia sekitar 25 tahun. Selama mengandung ibu klien tidak pernah mengalami
sakit, jatuh maupun terganggu ketenangannya. Selama mengandung ibu klien sering
memeriksakan kandungannya ke dokter/bidan. Namun selama mengandung ibu klien
kekurangan asupan nutrisi. Ketika dalam kandungan posisi klien normal dan klien
lahir dengan persalinan normal di rumah bersalin. saat lahir klien memiliki
berat badan 2,8 kilogram dan panjang 47 centimeter.
Tidak terlihat adanya
kelainan pada bayi setelah proses persalinan. Kemudian setelah kelahiran
makanan yang diberikan kepada klien berupa ASI selama kurang lebih 2 tahun
kemudian setelah itu baru diberikan makanan bayi kepada klien. Pada
perkembangan tengkurap, merangkak serta duduk tidak terlihat adanya perbedaan
dengan anak lainnya, namun klien dalam mengucapkan kata pertamanya sedikit
terlambat atau berbeda dengan anak lainnya.
BAB
III
Pembahasan
Uraian dari Aspek-aspek
A.
Kajian
Teori
1. Hakekat
anak lamban belajar
a) Definisi
Anak
lamban belajar adalah anak yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam
perkembangan mental (fungsi intelektual di bawah teman-teman seusianya)
disertai ketidakmampuan/kekurangmampuan untuk belajar dan untuk menyesuaikan
diri sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Masalah-masalah yang mungkin bisa jadi penyebab anak lamban belajar antara lain
karena masalah konsentrasi, daya ingat yang lemah, kognisi, serta masalah
social dan emocional. Menurut Burton, dalam Sudrajat (2008) adalah siswa yang
lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan
sekelompok siswa lain yang memiliki taraf intelektual yang relatif sama.
Slow-learner adalah anak dengan tingkat penguasaan materi yang rendah, padahal
materi tersebut merupakan prasyarat bagi kelanjutan di pelajaran selanjutnya,
sehingga mereka sering harus mengulang.
Yusuf (2005:58) mengemukakan bahwa “Anak
yang prestasi belajarnya rendah tetapi IQ
nya sedikit di bawah rata-rata disebut anak yang lamban belajar atau slow learner”.
Endang (2005:30) menyatakan
“Pembahasan tentang Border line atau garis batas taraf
kecerdasan yang menjadi kelompok tersendiri dan sering disebut sebagai kelompok
(lambat belajar)”.
Toto dalam makalah seminarnya
(2005:23) menyatakan Siswa
lambat belajar (slow learner) ialah siswa yang inteligensinya
berada pada taraf perbatasan (borderline) dengan IQ 70 – 85 berdasarkan tes inteligensi baku.
b) Karakteristis Anak Yang Lamban Belajar
1) Rata-rata prestasi belajarnya kurang
dari 6,
2) Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik
sering terlambat dibandingkan teman-teman seusianya,
3) Daya tangkap terhadap pelajaran lambat,
4) Pernah tidak naik kelas.
2. Keadaan kognitif anak lamban
belajar
Dalam
aspek kognitif anak lamban belajar mempunyai kemampuan intelligensi yang dibawah rata-rata
sesuai uraian di atas, hal ini mengakibatkan kemampuan anak dalam belajar yang
rendah baik itu belajar sendiri maupun mendapatkan pelajaran dari gurunya.
Anak-anak ini sangat mudah lupa terhadap informasi baru yang ia terima, dan
kosentrasinya akan mudah terganggu apabila ada sedikit gangguan pada saat dia
belajar. Anak-anak ini juga sulit memahami suatu konsep yang abstrak, mereka
lebih mudah untuk menerima pembelajaran yang bersifat konkrit, sehingga guru
mempunyai tugas untuk membuat suatu metode yang dapat menjelaskan secara
bertahap dan rinci serta konkrit. Pembelajaran untuk anak lamban belajar haruslah berulang (remedial teaching) karena hari ini
anak mendapatkan materi, dan besoknya bila ditanyakan maka anak pasti sudah
lupa dengan isi materi kemarin. Dalam hal komunikasi anak lamban belajar apabila diajak berkomunikasi juga agak susah
nyambungnya dan susah dalam menangkap maksud dari suatu pembicaraan. Apabila
kita ingin ngajak ngomong maka kita harus memakai kata-kata yang simpel, jelas
dan tidak panjang-panjang, mereka juga kesulitan merangkai kata-kata untuk
mengungkapkan apa yang dia maksudkan dalam pembicaraannya sehari-hari. Mereka
sering terbolak balik penempatan kata-katanya sehingga membingungkan lawan
bicaranya. Anak-anak ini juga kesulitan dalam semua mata pelajaran terutama
pelajaran yang berhubungan dengan berhitung, pelajaran Pengetahuan Alam serta
pelajaran yang membutuhkan kemampuan pemahaman serta hapalan. Kemampuan belajar
anak lamban belajar lebih paham pada
hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman konkrit dalam kehidupan sehari-hari.
3. Bagaimana keadaan motorik anak lamban
belajar?
Motorik
pada anak lambat belajar biasanya menyangkut keterampilan motorik-perseptual
yang diperlukan untuk mengembangkan keterampilan meniru rancangan atau pola.
Kemampuan ini sangat diperlukan untuk menggambar, menulis, atau menggunakan
alat-alat kecil. Ketererampilan tersebut sangat memerlukan koordinasi yang baik
antara tangan dan mata yang dalam banyak hal koordinasi tersebut tidak dimiliki
anak lambat belajar.
4. Bagaimana keadaan emosi anak
lamban belajar?
Dalam
hal emosi anak-anak ini memiliki emosi yang kurang stabil, mereka lebih cepat
marah dan mereka sering kalau marah meledak-ledak. Mereka juga sangat peka
terhadap lingkungannya maksudnya apabila orang-orang disekitarnya berpikiran
negatif dan mengolok-olok mereka serta membandingkan kemampuannya dengan
saudaranya atau orang lain yang mempunyai kemampuan normal maka mereka sangat
sensitif. Hal ini akan membuat mereka menjadi patah semangat dan menarik diri
dari lingkungan. Seringkali mereka bila mendapatkan tekanan dari keluarganya
terutama orangtuanya maka mereka akan mudah marah serta meledak-ledak, histeris
atau mereka jatuh sakit ataupun pingsan terkadang juga mereka sampai ngebrok
dan pipis di celana waktu dia di sekolah. Tekanan terutama dari keluarga sangat
mengganggu bagi perkembangannya.
5.
Keadaan sosial anak lamban belajar
Kemampuan sosial anak lamban
belajar tergolong kurang baik. Anak lamban
belajar dalam hal bersosialisasi dapat kita bagi
menjadi dua yaitu ada yang pasif dan ada yang over aktif. Anak lamban
belajar yang pasif cenderung lebih sering menarik
diri dari pergaulan, mereka apabila waktu istirahat lebih sering hanya diam dan
hanya memandangi teman-temannya yang bermain ataupun mengobrol apabila diajak
bermain atau ngobrol maka mereka hanya menjawab dengan singkat dan
senyum-senyum sambil menghindar dari teman yang mengajaknya, atau kalaupun dia
mau diajak maka dia hanya diam saja dan ikut kemana saja temannya mengajak dia
pergi tanpa ada reaksi membalas dari dirinya. Sedangkan anak lamban belajar
yang over aktif maka dia tidak akan pernah diam
baik itu di dalam kelas ataupun di luar kelas pada saat dia istirahat. Mereka
sering lari-lari dan mengajak bermain temannya serta aktif bermain bila jam
istirahat. Hanya mereka kurang dapat mengontrol dirinya, semisal dalam bermain
dia ringan tangan seperti mukul, nonjok dll kepada temannya yang dianggap
salah, curang atau tidak sesuai dengan maksudnya akan tetapi terkadang dia juga
melakukan itu hanya karena iseng ingin ganggu teman-temannya. Anak-anak ini
mempunyai sense of Humor yang
cukup baik, mereka sering melucu ataupun berbuat yang membuat orang lain
tertawa. Anak Slow Learner lebih senang bergaul dengan anak-anak yang lebih
muda usianya karena dia tidak akan kesulitan berkomunikasi dengan anak yang
lebih kecil, karena bila dia main dengan anak yang lebih besar ataupun
sepadan maka dia akan sering disebut anak bodoh, tulalit karena dia sulit
diajak ngomong.
B.
Hasil
Observasi
1. Keadaan kognitif klien
Aspek
kognitif atau intelegensi pada klien sudah cukup baik. Klien sudah bisa
mengenal angka 1 sampai 10 namun untuk angka-angka yang lebih besar masih
memerlukan banyak bantuan. Klien dalam menulis huruf, kata serta kalimat
sederhana juga masih memerlukan sedikit bantuan. Dalam membaca kalimat klien
sudah cukup paham namun masih membutuhkan bantuan dari orang lain. Klien juga
belum bisa membaca kalimat yang terlalu panjang.
Klien
masih belum terlalu bisa apabila disuruh menyebutkan kembali kata-kata yang
diucapkan orang lain kepadanya. Klien juga masih sering bingung jika harus
menyebutkan kembali nama gambar hewan terutama yang jarang dilihatnya kecuali
ditunjukan bentuk hewan tersebut. Selain itu klien juga belum bisa dalam hal
perkalian maupun pembagian.
2. keadaan motorik klien
Perkembangan
motorik pada klien cukup bagus dan nyaris tidak ada gangguan sama sekali. Pada
motorik halus, klien sudah mampu untuk menulis, memegang, serta menggenggam, namun
untuk mengancingkan baju serta mengikat tali sepatu masih memerlukan banyak bantuan.
Pada motorik kasar, klien sama dengan anak normal lainnya dan tidak ada
kelainan yang terlihat.
3. Keadaan emosi klien
Menurut ibunya, klien merupakan anak yang cepat marah dan mudah
menangis, terutama apabila keinginannya tidak bisa dipenuhi. Sasaran
kemarahannya dengan merusak barang yang ada disekitarnya dan kadang pula
orang-orang yang ada didekatnya. Namun klien cenderung menjadi pemalu, terutama
apabila bertemu dengan orang yang baru ditemuinya atau orang yang belum akrab
dengannya.
4. Keadaan sosial klien
Dari segi sosial, klien merupakan
pribadi yang cukup mudah bergaul dengan orang lain, namun kadang-kadang masih
malu-malu. Klien juga dapat menangkap perintah yang diberikan kepadanya dengan
baik. Klien juga merupakan pribadi yang suka menolong teman dan memiliki sifat
tenggang rasa yang tinggi. Dalam mengungkapkan perasaan maupun pikirannya masih
agak malu-malu dan perlu sedikit dorongan agar klien mau.
BAB
IV
Penutup
A.
Kesimpulan
·
Hakekat dari anak lamban belajar adalah anak yang memiliki IQ yang
relatif rendah yaitu 70 – 85 serta
mengalami hambatan atau keterlambatan dalam perkembangan mental (fungsi
intelektual di bawah teman-teman seusianya) disertai
ketidakmampuan/kekurangmampuan untuk belajar dan untuk menyesuaikan diri
sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
·
Keadaan kognitif anak
lamban belajar cenderung mimiliki tingkat intelegensi yang cukup rendah dari
anak yang lainnya, sehingga memerlukan bimbingan dan bantuan dari orang lain.
·
Dalam aspek motorik
kasar, tidak terlalu ada kelainan yang terlihat pada anak lamban belajar.
Sedangkan dalam motorik halus, anak lamban belajar cenderung kesulitan dalam
mengkoordinasikan kedua tangannya untuk memegang benda-benda yang kecil.
·
Dari aspek ini, anak
lamban belajar memiliki tingkat emosi yang labil dan tidak bisa diduga. Mereka
sering menangis dan marah, terutama apabila permintaan mereka tidak segera
dituruti.
·
Keadaan sosial anak
lamban belajar cenderung malu-malu, terutama pada orang yang baru pertama kali
dikenalnya. Hal ini menyebabkan anak lamban belajar cenderung manjadi pribadi
yang tertutup dan sulit bersosialisasi dengan dunia luar.
B.
Saran
Orang tua yang mengetahui bahwa
anaknya memiliki kelainan dalam hal menerima pelajaran sebaiknya tidak perlu
cemas dan khawatir. Sebaliknya, orang tua harus menbantu sang anak dengan
memberikan bimbingan serta bantuan agar anak dapat hidup mandiri dan tidak
menyusahkan orang lain. Orang tua juga perlu menjaga ketenangan pekiran anak
agar emosinya tidak meladak-ledak dan juga orang tua harus memberikan dorongan
yang positif pada anak agar mau bersosialisasi dengan dunia luar.